The Facebook Factor – Part 1

Beberapa hari yang lalu saya membeli sebuah PC Dekstop second dari seorang seller di kaskus. Dekstop mungil bertipe e-machine ini saya maksudkan untuk pemakaian di rumah. Yah untuk mendukung aktivitas belajar anak saya tentunya. Mengingat beberapa hari sebelumnya saya telah memasang Fastnet untuk koneksi internet di rumah, plus saluran tv kabel untuk si kecil rania.

Singkat cerita dari kaskus saya peroleh PC dekstop yang meski tidak baru tapi cukuplah buat start-up. Dengan 1 GB memory saya berharap komputer second ini masih bisa mengejar kecepatan koneksi internet yang ada. Tapi apa hubungannya dengan Facebook?

Yeah, saat bikin “blind date” dengan seller komputer tersebut saya sempat ngobrol sebentar tentang aktivitas masing-masing, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi internet tentunya, disitulah Facebook muncul sebagai topik pembicaraan sekilas.

Apa pointnya? Both of us, me and the seller, sepakat bahwa coverage media tentang Facebook, dan pemanfaatan internet secara umum di Indonesia cenderung bersifat sumir dan minor. Media elektronik lebih banyak menyinggung sisi-sisi negatif dari Facebook dan internet secara umum. Dan jarang sekali yang melacak lebih jauh tentang bagaimana Facebook dan internet tersebut bisa dioptimalisasikan untuk mendukung kinerja kita.

Seberapa sering misalnya TV station kita mengapresiasi kegiatan positif para blogger, yang dari internet mereka misalnya mampu menginisiasi banyak sekali hal positif, termasuk menghasilkan uang. Begitupun sangat jarang kita dapati tayangan TV yang melaporkan bagaimana seseorang memanfaatkan Facebook untuk menjual berbagai barang. Dan masih banyak lagi aspek positif yang bisa kita lakukan dengan fasilitasi internet.

Kecenderungan demikian menurut saya cukup memprihatinkan sebab ibarat pisau internet semata sebuah alat. Sehingga jika suatu saat ditemukan seseorang tewas dengan sebilah pisau tertancap di dadanya, tentu bukan berarti kita kemudian menyerukan agar penggunaan pisau dilarangkan? Yah anda pasti juga tahu apa yang saya maksudkan.

Tapi bagaimana tidak memprihatinkan jika justru menteri yang seharusnya mempelopori penggunaan internet untuk hal-hal positif malah lebih sering memumnculkan sikap-sikap reaksioner terhadap internet. Satu sikap yang menurut saya sangat tidak layak ditunjukkan oleh seorang pemimpin di negeri yang sedang membutuhkan banyak sekali terobosan pemikiran dan kreasi ini.

Back to Facebook, seyogyanya kita secara terus menerus meretas semua kreasi dan inovasi bagaimana memanfaatkan produk teknologi tersebut. Sebab sekali lagi, seberapa besarpun efek yang dimunculkan facebook, dia tetaplah efek. Facebook hanyalah anak kandung dari perkembangan teknologi informasi. Bagaimana ia digunakan tentu sangat tergantung pada kecerdasan manusia penggunanya. So, masihkah anda mengikuti Bapak Menteri yang reaksioner tersebut ataukah meretas sendiri jalan anda untuk memanfaatkan Facebook? And the answer is on your heart. Thanks for coming.

Technorati Tags: Facebook,make money from facebook,blogging,make money blogging